Pelukan Hujan
Saya tidak mengerti apapun selain tentang rasa roti cokelat yang sukses menyapa perut setelah 15 jam kosong. Selain tentang tempat duduk sepi ditemani mereka yang asing. Berjalan melewati berbagai hal yang menjadi sapaan netra hitam yang terlalu banyak menerima air mata. Ah, tidak. Untuk apa mengeluh dan memberikan diri duka lebih dam. Kembali, saya tidak mengerti apapun selain suara bising jiwa mereka yang semakin membuat saya sepi. Semakin pula saya merasakan bahwa hening dan sepi itu adalah hanya saya. Tidak mereka, juga tidak siapapun mereka yang jiwanya selalu benar-benar hidup. Saya jatuh cinta atas segala sepi dan damai ini. Jatuh cinta atas dialog diri bersama tas yang menggenggam erat selalu. Jatuh cinta atas dialog bersama roti cokelat setelah perasaan sedikit bahagia karena mampu memakan dua potong. Bahkan saya jatuh cinta tentang segala yang menemani saya bersama sepi. Namun saat netra menatap nanar mereka yang tidak demikian, begitu saya pertanyakan. Apakah buruk dengan ke...