Kupu-Kupu
Dibawah derai yang menari untuk kata.
Malam ini saya diingatkan kembali tentang perjalanan. Namun kali ini bukanlah perjalanan tentang cerita saya bersama cerita cerita yang sering saya tulis. Ini adalah cerita saya bersama diri saya yang sendiri. Sendiri tanpa siapapun, selain tubuh saya yang terseok seok alur yang pernah membuat saya jatuh. Jatuh yang tidak pernah saya rasakan. Perasaan jatuh itu hadir setelah semua perjalanan saya lewati sampai titik saat ini. Boleh dikatakan saya lambat menyadari akan tubuh saya yang malang waktu itu. Namun, alih-alih merendahkan diri saya dengan cerita itu, saya menganggap cerita itu adalah bagian istimewa dalam hidup saya. Bagian yang memberikan saya banyak makna, bagian yang membuat saya memahami bahwa saya pernah melalui masa-masa luar biasa sebagai sosok yang saat ini sulit saya kenali.
Memori itu tiba-tiba satu persatu menyapa saya. Tentang saya dengan naluri puber yang luar biasa. Sewaktu dulu, saya begitu kontras dengan saat ini. Entahlah, bisa saja saya bercerita lima tahun ke depan saat masih hidup tentang seberapa kontras diri saya antara masa lima tahun nanti dengan saat ini, seperti saya melihat kontrasnya diri saya untuk beberapa tahun lalu. Diri saya yang saya rasa sangat jauh dari sosok saya saat ini, bahkan saya tidak mempercayainya. Sulit mempercayai bahwa saya pernah ada di posisi itu, sulit percaya bahwa saya melakukan hal itu, sulit percaya bahwa memang cerita itu adalah milik saya. Lagi-lagi ketidakpercayaan itu membuat saya menyadari bahwa hidup memang selalu diluar apa yang kita bayangkan, bahwa hidup memang selalu memberikan keajaiban.
Saya memahami bahwa betapa waktu dan diri saya begitu berharga sampai kami ada di titik ini. Sampai kami lolos dari cerita kemarin. Butuh perjuangan untuk menjadi sosok saya yang dahulu sampai saat ini. Bukan dahulu, sejujurnya kejadian ini berawal saat usia saya 14 tahun. Masa duduk di bangku kelas dua SMP waktu itu. Karena sejujurnya, masa saat itu bukanlah masa dengan jati diri saya sedari kecil. Masa sewaktu itu pula adalah masa bersama diri saya yang baru. Diri saya yang baru sekali mengenal dunia dan segala drama yang hadir. Semasa itu sampai hari kelulusan, ada banyak cerita yang terjadi. Ada banyak hal yang saya lewati. Ada banyak ketidakpercayaan yang saya ingat saat ini akan cerita masa itu. Sosok saya, ah rasanya saya begitu malu. Namun saya tidak ingin berbuat jahat pada diri saya hanya karena cerita itu, saya tidak ingi menutup mata apalagi bersikap seolah saya adalah rival bagi diri saya di masa itu. Tidak. Sama sekali tidak. Saya hanya merasa kaget dan tidak percaya bahwa saya begitu banyak melewati berbagai cerita.
Semasa itu saya adalah sosok lain dari saya saat ini, bahkan sangat jauh. Saya yang nekat, saya yang penuh amarah atas cerita hidup saya, saya yang berontak atas semuanya, saya yang benci siapapun yang menghalangi jalan saya, saya yang pernah melakukan banyak hal-hal menyimpang kata orang. Iya kata orang, kata society waktu itu apa yang saya lakukan tidak sesuai norma. Memang saya akui itu, dan saya meras salah. Namun, saat ini bukan berarti saya merasa benci atas kesalahan salah, atau menyesal. Sedikitpun saya merasa tidak menyesal atau membenci, bahkan saya merasa lebih istimewa saat Tuhan memebri saya proses yang luar biasa lalu menuntut saya sampai titik saat ini. Titik saat ini, yang bukan berarti menjadi kepuasan untuk saya.
Saya memahami, butuh perjuangan untuk berproses tubuh kita yang baru tanpa sedikit pun memberatkan. Seperti halnya kupu-kupu, tentang segala proses yang dia alami untuk bisa terbang menjadi kupu-kupu. Butuh waktu, butuh usaha dan segala hal yang terjadi tidak jarang menjatuhkan. Butuh waktu dan proses hingga prang-orang tidak lagi mengenalnya sebagai ulat. Sangat tidak mudah, kegagalan bisa saja terjadi. Dan siapa yang bisa menghindari kegegalan, gagal itu akan selalu ada. Tapi keinginan untuk bangkit dan kembali berproses itulah yang membuat saya merasa bangga dan berterima kasih kepada diri saya sendiri. Kupu-kupu itu boleh dikatakan sukses melewati prosesnya hingga orang-orang tidak lagi memandangnya sebagai ulat. meski tak sempurna seperti kupu-kupu yang lain, meski terbangnya begitu lambat, meski tak secantik kupu-kupu yang lain, meski kupu-kupu itu jauh dari kata sempurna, namun saya memahami proses dari bagaimana kupu-kupu itu menjadi dia yang saat ini bisa terbang adalah hal yang lebih penting daripada memperdebatkan apapun dalam hidupnya.
Izinkan saya berterima kasih pada diri saya di masa lalu, peluk jauh pula untuk hal-hal yang sempat menjatuhkan kita semasa dulu. Terima kasih telah bertahan sampai saat ini, saya harap kita mau untuk terus berproses sampai waktunya selesai.
Komentar
Posting Komentar