Postingan

Layaknya Hujan

Di bawah tetesan jutaan rintik yang semesta pilih. Di bawah langit abu-abu layaknya layar putih yang menampilkan rentetan kejadian lalu. Seperti yang banyak dikatakan orang, seperti yang banyak diungkapkan penyair, seperti yang banyak dilantunkan penyanyi. Dan hujan, seperti yang banyak dikisahkan mereka.  Jakarta, delapan Februari di tahun 22. Saat ini, menjadi hal yang semesta pilih untuk hujan bercerita. Masih menjadi pertanyaan yang entah pada siapa akan ditujukan. Bagaimana mereka bisa banyak berbicara tentang hujan dan kenangan. Bagaimana keduanya terdengar dimana-mana. Bagaimana keduanya menjadi alunan lagu, puisi, bahkan segala hal yang menyedihkan seolah untuknya. Pertanyaan ini untuk mereka yang sempat meluangkan waktu pada tiap tetes hujan. Oh shit! Bahkan mungkin pertanyaan ini berlaku untukku. Dan jawaban itu pun hanya untuku, untuk aku sendiri. Tidak untuk kalian. Tidak sama sekali. Saat hujan turun, bahkan semakin lebat, saat itu aku merasa bahwa tidak ada yang salah...

Nyett21

Gue gak mau panjang lebar, karena gue tau monyet ini sudah pandai cuma kadang oon aja di beberapa waktu Nyet, selamat 21 ya. Jangankan elo, gue aja gak nyangka kita udah jadi mba-mba yg dibayangan itu. Pokoknya gue harap lo sebagai mba mba yg bukan bocil lagi ini, bisa terus happy dan banyak duit. Gue tau, banyak hal ke depan yg bakalan gak mudah mungkin makanya gue berharap di sela-sela keruwetan itu, lo selalu bisa berdiri kembali. Punya setiap alasan buat jadi lebih baik setiap harinya, dan gue percaya lo bisa ngelakuin itu. Well, gue harap semoga di tahun ini lo bisa ngelanjutin hal yg belum sempat selesai di tahun sebelumnya. Skripsi lo, kerjaan lo, dan semua hal penting saat ini gue harap dimudahkan dan berhasil. Setiap orang punya waktunya masing-masing dan gue percaya lo bisa sampai di waktu itu.  Gue tau, gue lebih cegil dan freak soal cinta. Tapi dipikir-pikir lo lebih oon si asli, makanya gue harap cepet-cepet deh ketemu cowo yg sekufu, sejalan, sepemikiran, dan setara. ...

Tepian Tujuh

 Tepian Tujuh Selamat datang kembali. Ini adalah tepian pertama saat aku mulai melaluinya sendiri untuk masa-masa ke depan, entah sampai kapan. Namun saat ini jelas bahwa aku masih setia tenggelam dalam lautan. Aku tidak ingin menceritakan apapun disini, di tepian ini yang seharusnya bersama kamu, bersama setiap harapan kita, bersama setiap hal yang telah tersusun kemarin. Ingin ku demikian, namun aku tidak bisa berdaya di hadapan takdir. Kadang-kadang aku bertanya, bagaimana manusia bisa begitu mudahnya melupakan setiap perkataannya, menganggap angin lalu, dan lepas begitu saja. Lepas sampai aku tidak mengerti kenapa dan kapan ia akan kembali. Harapan itu masih ada sampai detik ini. Namun seperti katanya, aku tidak perlu bersusah payah berempati padanya, menunggunya, dan mengharapkannya. Seseorang yang sama saat mengatakan bahwa ia takut kehilangan ku, bahwa ia tidak ingin aku pergi, bahkan bersama yang lain. Jiwa itu, jiwa yang masih ku pertanyakan, mengapa demikian. Namun terlep...

Tanpa Hujan

Keputusan yg kamu buat, berdasarkan karena diri kamu sendiri. Itu yg kamu katakan, kamu memberi pesan mendalam, tidak sedikitpun bermaksud menyakiti ku, aku mehamainya. Terima kasih sudah berusaha untuk itu.  Terima kasih untuk sempat memikirkan perempuan bernama aku. Terima kasih untuk setiap hal selain hujan yang kita lalui. Namun sayang saat ini hujan sedang tidak turun. Jika aku menulis saat hujan tidak turun, maka semua itu harus dipertanyakan. Bagaimana dan kenapa? Jelas alasannya adalah kamu Kamu mengatakan bahwa aku bisa memilih untuk berduka atau bersuka cita tentang setiap pengalaman berharga bernama kita. Tapi menurut ku keduanya bukanlah pilihan. Aku bisa merasakan keduanya bersama-sama. Begitulah hidup langit, tidak perlu memilih bagaimana kita memandang sesuatu, tidak ada yang salah bagi keduanya. Kali ini aku menangis dan bersuka cita bahwa hidup kembali memberiku pelajaran berharga. Kali ini aku sepi dan sendiri lalu memahami bahwa Tuhan selalu bersama ku. Tuhan tid...

Tepian Enam

Hujan semakin lebat sampai sampai aku terbangun dari lelap beberapa jam yang lalu. Hujan seperti ini lebih menyeramkan dari apapun, lalu aku bertanya. Apakah doa-doa tentang hujan beberapa hari lalu didengar dan terjadi hari ini? Tidak ada yang tahu kepastiannya. Namun dalam derai hujan kali ini, aku ingin bercerita tentang langit. Setelah satu pekan lebih tanpa kabar darinya, aku berpikir tentang keadaannya dan bagaimana ia disana. Orang baru, tempat baru, segala hal yang baru mungkin tidak akan begitu mudah untuk di awal. Ingin sekali aku bersamanya, menjadi tempatnya cerita tentang semua itu. Tapi hujan pun tahu, saat ini tidak mungkin. Langit, aku rindu semuanya. Aku rindu semua tentang kita. Suara dering telpon mu, diskusi kita, harapan bersama kita, bahkan cerita-cerita gila tentang kita, bagaimana kamu selalu datang membawa makanan dan kita makan bersama, bagaimana kamu yang makan lebih cepat, bagaimana kamu yang selalu menghabiskan sisa makanan ku, bagaimana kamu yang selalu me...

Hujan Terpanjang

Tuhan memberi pemahaman tentang bulan ini, bagaimana hadiah kecil sesederhana hujan selalu hadir menyapa ku setiap hari. Tuhan memahami bahwa ini bulan milikku, maka seharusnya benar ini adalah perayaan hujan terpanjang yang ku miliki. Dan Tuhan tahu, tidak ada yang baik-baik saja di bulan Maret ini, dengan hujan barangkali sedikit menghiburku. Aku tahu tidak banyak juga tidak memperbaiki segalanya, namun ini cukup untuk membuatku memahami bahwa tidak ada yang lebih baik dari ikut serta merawat luka meski dengan waktu berkepanjangan. Februari menjadi alasan mengapa aku sampai disini, bagaimana dengannya aku merasa beruntung sebagai manusia. Tidak ada hujan yang panjang, namun dengannya aku lebih banyak tersenyum. Hingga detik ini aku berdiri karena harapan bahwa selayak Februari akan hadir kembali meski entah kapan waktu itu tiba.  Tuhan, aku pernah berdoa untuk hujan lebih lama. Kini terjawab sudah hujan membersamai ku lebih dari yang ku bayangkan. Entah harus berbahagia atau kah ...

Dan Lautan Dua

 "Aku takut terbang. Karena di lautan itu aku merasa aman, merasa damai, merasa pada akhirnya aku rela mati disana. Aku ingin pada suatu hari nanti, lautan tersebut bisa berubah menjadi cerah, agar kita bisa melihat langit bersama. Bolehkah aku memilikinya" Aku membuka kotak lama, lalu seseorang pernah mengatakan itu kepada ku, betapa hebat manusia saling berbagi, mengasihi, dan memberi setiap hal yang ia miliki agar bisa bersama sedalam apapun lautan itu. Aku tidak tahu tulisan ini akan kah membantu atau tidak. Tidak ada keputusan serta pilihan yang benar pun salah, manusia tidak memiliki hak di dalamnya. Lebih dari seratus hari aku menari di bawah langit yang bukan hanya memberikan hujan, namun warna lain meski tidak sempurna. Aku merasa hangat, dicintai, dikasihi, dan memiliki alasan kenapa aku harus sedikit hidup lebih lama. Aku selalu mempertanyakan, apakah benar-benar ada yang mampu bersama ku, mencintai, mengasihi, lalu memeluk dan menari bersama hujan dengan manusia s...

Tepian Lima

Menepi untuk laut ke lima. Tuhan, terima kasih telah memberi kesempatan untuk sampai pada bagian ini. Juga langit, terima kasih. Semesta memahami diriku lebih dari siapapun, dan Batavia kali ini mungkin menjadi tempat untuk menepi terbaik saat semua yang terjadi belakangan tidak membuat ku baik-baik saja selain bersama anak-anak setiap pagi. Langit, aku tidak pernah berharap apapun meski ingin. Aku hanya manusia biasa, meski sudah berusaha untuk tidak, namun rupanya aku tidak sekuat itu. Tapi kamu tenang saja, aku masih bisa mengendalikan semuanya. Apapun yang terjadi, aku harus merayakan setiap tepian yang menyuruh ku bercerita sejenak dari perjalanan kita. Meski rasanya untuk saat ini kita sedang tidak tahu keadaan langit mu juga lautan ku. Aku rindu kamu, kamu sedang apa? bukan aku abai, namun aku terlalu takut untuk semakin jauh dari mu, karena aku tidak pernah lupa apa yang kamu ucapkan. Ini berat, tapi bukankah ini bukan kali pertama? Seharusnya tidak seberat ini. Aku percaya kam...