Postingan

Oktober

Jakarta  malam yang dingin. Seperti teman yang menjadi bising paling merdu ditelingaku. Jakarta malam bersama akhir Oktober. Pada tulisan ini, aku ingin mengucapkan selamat tinggal pada Oktober, lalu membuka pintu untuk November yang lagi-lagi kuselipkan do'a terbaik didalamnya.  Benar kata orang, Jakarta dimalam hari lebih romantis. Walaupun tidak ada yang mengalahkan romantisnya Halimunda dan Bandung. Tapi tiap sudut gemerlapnya, berhasil menarikku untuk berbicara pada 'sampai jumpa' yang satu jam setengah lagi akan menyapa. Ya, untuk Oktober. Untuk bulan yang penuh dengan hujan. Untuk bulan yang pernah membawa sosok itu kembali hadir. Untuk bulan yang telah menjadi akhir dan awal ku. Untuk bulan, yang bisa kukatakan bulan terbaik. Entah kenapa, untuk kali ini izinkan aku untuk memujinya. Bukan. Bukan perihal apa yang ku dapatkan, tapi perihal lain yang bagiku sangat berharga. Lebih berharga dari tumpukan do'a ku pada semesta. Lebih berharga dari semua harapan dan kei...

Antariksa dan Hujan

Pagi ini, 14 September pukul 04:53 yang sangat indah. Setelah sekian lama hujan turun dipagi hari. Sangat menyenangkan. Aku tidak mengerti bagaimana cara kerja hujan yang bisa membuat mood ku baik hanya karena ia turun. Apalagi saat pagi hari seperti ini. Rasanya, benar-benar membahagiakan.  Setelah kemarin, Aku berdoa pada Tuhan, agar dia menurunkan hujan pagi untukku. Dan yeah, hari ini dia turun. Sungguh, aku tidak ingin ini berakhir. Melihat hujan dijendala kamar lalu mendengarkan rintiknya yang sangat merdu. Sungguh, sangat merdu. Tertawa saja karena memang aku lebay. Tapi hujan yang turun tanpa petir lalu memberikan nada tik tik tik yang sangat syahdu membuat ku berpikir, bagaimana orang lain bisa biasa saja dengan semua ini.  Mataku perih karena jujur saja aku tidur terlalu larut. Kenapa? Jelas karena aku habis menangis membaca novel Antariksa 2. Sungguh dalam tidur pun aku memimpikannya, lalu mengulang-ngulang dialognya. Dan aku merasa tidak benar-benar tidur karena su...

Perpisahan Agustus

Tuhan, Agustus akan berakhir. Kumohon akhiri juga masa hitam ini. Aku terkadang sulit memahami, bagaimana saat beberapa jam yang lalu seseorang bahagia, lalu setelahnya murung dan bersedih. Bahkan perasaan itu kekal sampai berhari-hari. Kesedihan lebih lama singgah daripada rasa bahagia. Bagaimana seseorang terlalut-larut untuk merasakannya. Dan sebenarnya, mereka pun tidak ingin seperti itu. Mereka juga ingi bebas dari perasaan seperti itu. Tapi, selalu saja tidak bisa. Ya, bahkan aku pun tidak bisa Tuhan.  Aku berharap, jika Agustus bukan hanya akhir dari bulannya. Tapi akhir dari rasa kesedihan ini. Saat september datang, aku juga sudah bersiap ketika nanti apa yang akan terjadi. Tidak ingin meminta banyak, karena aku tahu diri bahwa ada beberapa hal yang harus ku perbaiki. Aku hanya minta, agar Tuhan selalu bersamaku. Menemaniku, dan menolongku. Itu saja. Tuhan, kabulkan yah. Aku tidak tahu harus berharap apa pada September, kata-kata ku habis dan sebenarnya aku juga sedikit le...

Kami yang Belum Terbiasa

Harus kubilang apa, malam ini hujan sangat indah rintiknya. Sebenarnya bukan hanya hujan, gema hadroh anak-anak pesantren membuat keduanya berkolaborasi dengan eloknya. Rintiknya seperti menari-nati mengikuti setiap tabuhan dari tempat sana. Ah, ini benar-benar nyaman. Haruskah kalian menyalahkan aku yang selalu menulis saat hujan turun. Akupun tidak mengerti. Bukan berarti aku tidak menulis saat hujan tidak turun, hanya saja, menulis diwaktu hujan membuat segalanya seolah istimewa. Lagi-lagi, hujan sukses membawaku untuk bercerita pada malam ini. Ya, salahkan saja aku yang terlalu pluviophile. Aku memang sudah gila.  Kali ini, hujan malam membawaku pada sebuah kalimat, mungkin jika dirangkai akan seperti ini, 'Kami yang Belum Terbiasa'  Berteriak di koridor kelas, lalu membuat sepatu-sepatu seolah seperti masa yang sedang ricuh. Duduk ditangga dengan es kebo, ah bukan. Es Rani tepatnya. Upacara yang tak pernah tidak berisik. Lapangan yang selalu dipenuhi kaos orange. Atau men...

Untuk Agustus

Agustus, kemarin lalu aku sempat bercerita pada Juli bahwa agar kami berdua bisa sama-sama kuat untuk sampai kepadamu, iya Agustus. Dan ternyata, memang aku sekarang telah disini. Bersama Agustus yang penuh dengan tanya.  Diakhir kemarin, ada begitu banyak sesuatu yang belum terselesaikan. Ada begitu banyak sesuatu yang menggantung. Aku pikir, semua akan berakhir dengan Juli. Tapi ternyata, persoalan Juli belum selesai sepenuhnya. Dengan kamu, aku harap semua resah ini bisa segera selesai. Agar setidaknya aku bisa meniti harap baru dengan sesuatu yang baru.  Agustus, mereka bilang kamu adalah bulan perjuangan. Mereka bilang, kamu adalah bulan kemenangan. Mereka bilang, kamu adalah simbol pengorbanan. Ada banyak sekali cerita kamu dari mulut mereka. Dan perjuangan, kemenagan, pengorbanan, semua itu memang tidak mudah. Seperti kamu, yang aku yakin telah mencapai tiitk lelah dimana hanya kamu yang tahu bagaimana rasanya. Hanya kamu yang mengerti bagaimana perasaan ini harus selal...

Hai Juli

Hai Juli...  Saat hari pertama kamu menyapa, rasanya sangat berbeda dengan Juli-Juli lalu. Selain karena saat itu aku dengan suasana baru ku, datang mu saat itu terasa lebih rumit dan jujur saat itu baru pertama kalinya aku merasa tidak percaya diri untuk melanjutkan semua ini. Setiap pelik yang kurasakan, akan selalu ada harapan indah saat masa baru menyapa. Tapi saat kamu datang kemarin, rasanya sangat berbeda. Rasanya kali ini benar-benar berat. Aku yang saat pertama kamu datang sudah merasa bahwa semua seolah gelap dan sunyi. Sangat sunyi. Entah kenapa, tapi lagi-lagi kamu seolah berbicara bahwa, 'aku tidak akan seburuk yang kamu bayangkan' percayalah, hanya sugesti itu yang mampu membuatku melangkah sampai titik tengah ini.  Juli, datangmu mungkin seolah memberi gelap. Tapi aku yakin, walaupun sedikit, cahaya itu akan ada. Percayalah Juli, bahkan untuk mengatakan 'cahaya' pun rasanya energi yang kugunakan harus lebih kuat. Tolong agar kedatanganmu walau tidak seter...

Tulisan untuk AGAPATI

  Anak gaul mipa tiga, atau orang-orang akrab dengan istilah AGAPATI. tahun 2018 nama itu tercetus, bersamaan dengan perkenalan 37 siswa SMA yang masih asing. Kelas di pinggir lapangan yang tak pernah sepi dari teriakan siswi dan tingkah siswa nya. Kelas yang pernah mendapatkan predikat kelas terkotor, itu tak masalah bagi kami. Karena beberapa waktu setelahnya, juara kelas terbersih kami dapatkan kala itu. Tak pernah ada meja dan kursi yang terususun rapi, semua memilih posisi masing-masing sesuai kehendak. Memang seperti itu kami, berantakan dan tak beraturan. Saat kelas XI, Awalnya  enggan bahkan menolak di tempatkan di kelas atas yang notabennya panas sekali. Kelas paling eusthethic, dengan meja dan kursi terbagus ditambah gaya monokrom yang mendominasi. Kelas atas yang selalu menjadi pusat perhatian, dikala upacara, jum'at beriman, atau hari-hari biasanya. Ac yang tak pernah berfungsi normal, oh bukan-bukan. Lebih tepatnya kami selalu mendumel kekurangan Ac, disana pana...