Kami yang Belum Terbiasa

Harus kubilang apa, malam ini hujan sangat indah rintiknya. Sebenarnya bukan hanya hujan, gema hadroh anak-anak pesantren membuat keduanya berkolaborasi dengan eloknya. Rintiknya seperti menari-nati mengikuti setiap tabuhan dari tempat sana. Ah, ini benar-benar nyaman. Haruskah kalian menyalahkan aku yang selalu menulis saat hujan turun. Akupun tidak mengerti. Bukan berarti aku tidak menulis saat hujan tidak turun, hanya saja, menulis diwaktu hujan membuat segalanya seolah istimewa. Lagi-lagi, hujan sukses membawaku untuk bercerita pada malam ini. Ya, salahkan saja aku yang terlalu pluviophile. Aku memang sudah gila. 


Kali ini, hujan malam membawaku pada sebuah kalimat, mungkin jika dirangkai akan seperti ini, 'Kami yang Belum Terbiasa' 

Berteriak di koridor kelas, lalu membuat sepatu-sepatu seolah seperti masa yang sedang ricuh. Duduk ditangga dengan es kebo, ah bukan. Es Rani tepatnya. Upacara yang tak pernah tidak berisik. Lapangan yang selalu dipenuhi kaos orange. Atau menunggu giliran wudhu, kadang air tidak kebagian, lalu kami semua tidak sholat dzuhur, ah bodohnya. Makan baso si teteh yang gak tahu kenapa itu enak banget, padahal cuma bawang putih sama masako. Juga ganti baju di ruang osis yang seolah itu adalah kamar kami. Kelas lain tidak ada satupun. Banyak sekali rupanya. Juga mungkin boleh diceritakan tentang absensi online yang kadang menjengkelkan, pdf yang tiba-tiba berbayar lalu kami sulit membuat tugas daring. Link yang tiba-tiba logout, atau tiba-tiba mati lampu, lalu kami batal ulangan harian. Juga tentang zoom meeting yang sangat aku yakin baru sekali kami mengikutinya, bahkan kami tidak tahu apa yang terjadi di meet itu. Bukan sekolah tidak mengadakan meet, hanya saja kami yang lebih memilih tidur di siang bolong seperti itu. 

Itu hanya sekilas, tidak mungkin satu buku bisa kuceritakan sekaligus. Aku hanya mencoba cerita sedikit saja. Cerita tentang semua yang telah berlalu, baru saja kemarin. Rasanya, memang waktu berjalan begitu cepat. Aku bahkan merasa, jika waktu seolah meminta Tuhan untuk berlari, bukan berjalan. 

Mereka yang berlalu, sejujurnya sudah kami persiapkan sejak dulu. Kami sudah tahu dari dulu bahwa semua itu akan kami lalui. Perpisahan itu akan ada. Kami pu menyadari. 

Tapi, rasanya sangat lucu saat pagi-pagi bergegas bangun untuk mempersiapkan deadline kemarin, saat tiba-tiba menyetrika seragam sekolah, saat semua yang lalu tiba-tiba kami lakukan kembali. Maklum saja, kami belum terbiasa. Rasanya mereka semua memang sangat dekat, hingga untuk meninggalkan saja sulit rasanya. 

Ah sudahlah, aku hanya ingin bercerita tentang aku dan teman-teman yang belum terbiasa dengan semua yang baru saat ini. Dunia baru kami saat ini sedang coba kami hadapi. Yeah, sangat sulit. Tapi aku rasa, mereka yang terbiasa pun dulu harus kupaksa biasakan agar semua berjalan. Tapi memang sejujurnya, rindu mungkin ungkapan sebenarnya untuk mereka-mereka yang lalu.

Sebenarnya, aku tidak ingin terlarut-larut untuk memikirkan ini. Hanya saja, aku ingin mencoba mengakhiri semua ingatan ini. Akan kusimpan rapat-rapat untuk nanti ku buka lagi, mereka semua tidak hilamg. Ya, lebih baik begitu. 

Hujan sudah reda, semua seolah terhenti. Begitu juga ingatan dan kerinduan ku yang seolah terhenti. Bukan berhenti selamanya, tapi rindu itu kucoba simpan dalam kotak memori. Aku tidak ingin air mata yang memang sedari tadi memaksa jatuh, menjadi hujan selanjutnya. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyett21

Nyett20

Thank You for Lovin'me