Duka Berhujan
Hujan, lagi dan lagi.
Lagi dan lagi aku pulang. Dan kepulangan ku kali ini dengan duka sejak fajar tadi. Jangan pernah bertanya tentang sebab duka, karena aku pun tidak mengetahui jawabannya. Selayak bumi yang tiba-tiba gelap saat beberapa menit yang lalu ceria dengan suryanya, maka bukankah manusia pun bisa demikian?
Hujan di bulan ini sama halnya dengan kejutan Tuhan untuk awal dari bulan yang selalu ku rayakan ini. Bagaimana pun, ini adalah bagian dari diri ku. Aku tidak bisa tinggal diam. Juga tidak bisa tinggal diam untuk rinai yang sedari tadi menemani diri ku.
Tuhan, baru saja aku merayakan duka ini. Berharap semua yang ku rasakan segera pulih dan pergi berdatang tenang, namun rasanya ini tidak cukup sampai aku berpikir haruskah berlari dan menari diatas hujan? Sebab aku tidak menemukan kelegaan, haruskah aku menyatu dengan tanah saat hujan memelukku erat? Bagaimana bisa tubuh ku sampai detik ini masih menulis? Bukankah seharusnya aku sedang merayakan kelegaan di bawah sana? Tuhan, aku tidak mengerti mengapa hari ini air mata ku begitu murah? Selain ice cream vanilla dan anak-anak yang membersamai, aku rasa hari ini telah berakhir.
Aku ingin pergi, aku ingin memeluk hujan tanpa siapapun harus menghentikan ku. Aku ingin pergi dengan perjalanan panjang yang memberi ku sebab kapan aku harus kembali dan melanjutkan hidup. Aku ingin, namun rasanya untuk saat ini aku hanya bisa berdoa bahwa hujan bisa turun lebih lama. Sebab aku memahami, tidak semua keinginan berbaik hati menerima ajakan. Sudahlah, hujan kali ini cukup bagi ku. Cukup.
Komentar
Posting Komentar