Lalu Gelap
Hari ke enam belas untuk November. Hari yang seharusnya berjalan seperti biasanya. Hari yang seharusnya seperti yang aku lihat, seperti yang aku rasakan, dan hari ini seharusnya seperti pada seharusnya kehidupan ku. Namun hari ini terlihat beda, anak-anak yang datang begitu sepi, sarapan pagi ku bersama Ibu, rutinitas Ayah, hingga hujan yang malam ini turun tanpa diharapkan. Bukankah semua ini tidak seperti biasanya.
Hujan, katakan pada ku tentang suara mu malam ini? Aku ingin mendengar setiap titik yang hadir harap-harap memberikan sedikit pesan untuk membuat segalanya sedikit membaik. Lalu hujan, aku memohon maaf untuk turun mu kali ini bukan sebagai suka cita yang penuh. Ada hal lain yang mengganggu ku, lalu begitu saat kamu turun sedikit membuat ku lebih baik. Tapi begitulah, ku bilang bukan suka cita sepenuhnya. Karena hal tersebut masih mengganggu ku hingga saat kamu semakin reda sekalipun.
Katakan pada ku hujan, bagaimana belajar tentang kedatangan dan kepergian? Bagaimana kamu memberikan janji pada bumi hingga ia percaya. Katakan pada ku bagaimana setiap tetes mu tetap sama rasanya meski waktu menggerus tanah yang tak lagi sama. Hujan, aku terlalu takut membicarakan ini. Aku takut dan tidak percaya diri untuk lebih lama tidak bersama mu. Kehilangan dan duka itu bukankah hal biasa dalam hidup? Lalu pantaskah aku merayu Tuhan untuk meringankan sedikit beban ini? Hujan, bukankah seharusnya aku telah kuat untuk ini? Lalu bagaimana hujan selanjutnya? Bagaimana janji langit tentang mu? Dan hujan, aku tidak ingin mengatakan ini namun aku tidak tahu harus apa.
Dan Ayah, bagaimana belajar tentang kepergian itu? Bukankah seharusnya aku belajar banyak tentang ini pada mu? Atau seharusnya aku bertanya pada ibu, bagaimana belajar tentang luka dan kehilangan? Seharusnya memang aku bertanya dan bercerita pada kalian, jika saja berkenan maka aku dengan senang hati menambah luka dari cerita kalian ini. Setidaknya luka ini akan menjadi bagian tubuh ku untuk belajar lalu sembuh. Setidaknya luka ini telah siap dan terbiasa menyambung kepergian hujan yang tiba-tiba sekalipun. Setidaknya luka ini tidak begitu sakit bila kepergian nanti menjadi hilang tak bersisa.
Hujan, tolong beri tahu langit tentang malam yang kian sunyi dan gelap begitu membuat ku lebih bahagia bersama sedikit cahaya bintang barang sedetik. Aku ingin menatap cahaya di langit hitam ini, meski untuk terakhir kalinya. Meski besok lusa langit itu harus benar-benar pergi setidaknya aku tidak begitu merasakan sakit, lalu kesepian. Setidaknya aku mendapat sedikit energi dari cahaya itu untuk hidup sedikit lebih lama. Gelap dan sendiri saja tidak masalah, bagi ku selagi hujan besok lusa akan kembali, kehidupan ini akan tetap baik-baik saja meski jutaan luka berteriak sekalipun. Dan hujan, tolong dengarkan aku..
Komentar
Posting Komentar