Dan Lautan
Selanjutnya tanpa hujan..
Dan lautan ini semakin hari semakin gelap, dingin, lalu sunyi yang tak berakhir. Lautan ini begitu dalam, bahkan terlalu dalam.
Aku bukanlah lautan yang indah seperti saat manusia datang untuk menumpahkan segalanya. Saat mata mereka melihat biru, jernih, hingga riuhnya angin. Begitu indah katanya. persetan mereka mengatakan demikian padaku, itu tidak benar. Sungguh..
Lalu ada seseorang yang menawarkan kapal untuk berlayar, bahkan berniat mematahkan sayapnya untuk ikut menyelam. Menyelami lautan dan menemaniku bahkan hingga mati di dasar laut. Pemilik sayap itu hanyalah bagian asing yang ku rasa bukan bagian penting setelah hujan. Namun dirinya mengusik rumah ku akhir-akhir ini begitu sering. Lalu aku terusik, juga sesekali tertawa bahkan merasakan kebahagiaan yang sama halnya saat hujan turun.
Ku bilang jangan padanya. Jangan ikut menyelam terlalu dalam, aku takut dia mati. Pernah ku jelaskan bahwa aku adalah lautan yang buruk, berbau busuk, dan penuh bangkai luka. Entah luka milik ku sendiri atau milik mereka yang datang untuk sekedar melapas bebannya. Lautan ini sungguh tidak jernih, aku saja sempat putus asa mencari biru yang telah lama hilang. Lautan ini sangat gelap dan sepi. Aku telah tinggal lama disini, rumah ku yang indah. Kegelapan ini sangat indah, tidak siapapun bisa melihat ku. Kesunyian ini sangat membuat ku tenang, meski sesekali aku lelah terombang ambing sendiri. Namun, menurutku kesunyian ini semakin indah karenanya. Aku tidak ingin meninggalkan rumah ku, juga aku tidak ingin mengajak siapapun mati di dalamnya. Mudah bagi ku, belum tentu bagi orang lain.
Lalu bagaimana bisa aku membiarkan orang lain masuk dan menyelam. Aku hanya takut ia mati oleh bangkai luka ku. Aku merasa tidak pantas untuk siapapun membersamai ku. Laut ini terlalu gelap. Aku tidak ingin siapapun mati di dalamnya, cukup aku saja. Aku bukanlah lautan yang indah, apa yang akan kamu dapatkan? Rumahnya berantakan, tubuhnya tidak indah, birunya tidak cantik, arusnya tidak jelas, terombang ambing kesana kemari. Lautan ini adalah bagian buruk yang semesta ciptakan saat hujan bergemuruh. Tidak ada siapapun yang memahaminya kecuali hujan.
Baginya hujan lebih dari apapun, kedamaian dan pelukan terhangat. Paham dan sudut terbaik dalam memahaminya. Semua tidak mudah ia lalui, bersama hujan ia mampu meyakinkan segalanya. Namun sayang, untuk keyakinan kali ini harus tertunda lama karena hujan tak kunjung turun. Biasanya ia bertanya tentang banyak hal pada hujan. Menanyakan ini lalu itu, hingga jika saja hujan turun kali ini, maka ia akan bertanya...
Apakah ada yang salah dengan semua ini?
Katakan sejujurnya. Jika ada yang membuatku nyaman, dan segalanya membaik. Maka aku akan bertanya, apakah semua ada yang salah? Apakah ada yg terlewat? Apakah kamu sudah melihat lautan ini yg sebenarnya? Apakah ini semua hanya mimpi? Kesalahpahaman apa yang terjadi? Hingga seseorang ingin ikut menyelam begitu dalam. Apa yang terlewat? Tidak siapapun ingin menyelam sebelum ini, bahkan tidak siapapun memberikan lautan ini sedikit biru. Semua tidak berkenan, namun kali ini? Apa yang telah kamu lewatkan langit?
Aku meminta kamu sekali lagi menanyakan pada diri mu sendiri, tentang perasaan mu. Tentang keinginan mu. Aku hanyalah lautan berantakan dan jauh dari kamu sebagai langit yang tinggi. Kamu tempat siapapun bisa bersinar, sementara aku yang basah kuyup ini, rasanya berhak menanyakan kembali perasaan mu apakah benar? Bukan. Bukan perasaan mu yang salah, aku hanya ingin memastikan bahwa aku ini jauh dari tempat dimana siapapun bersinar bersama mu. Aku ingin memastikan bahwa kamu ini menyatakan perasaan pada siapa? Sosok yang jauh dari mereka yang pernah bersinar bersama mu. Cahaya mereka itu, sungguh membuat ku tak menunda pertanyaan ini. Sekali lagi, aku meminta mu.
Sehingga besok lusa bila hujan turun, aku akan menjawabnya atau masih dengan kegundahan yang sama. Namun percayalah, kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Pada waktunya, jika memang aku merasa kamu pantas untuk menyelam bersama ku, maka aku dengan senang hati. Aku hanya butuh waktu untuk mengobrol dan mempertanyakan pada mu lebih jelas, aku harap kamu tidak segera pergi. Tunggulah sebentar sampai senja terlelap.
Sebentar saja..
Everyday I fly through this open skies. Sometime storm came breaking my small wings like a flies.
BalasHapusBut I never bend and I never dies. I filled this hearth with only pain and lies.
Aku bertanya pada langit kapan aku bisa turun. Kapan bisa istirahat sejenak dari dunia yang tiada ujungnya. Tapi hanya kehampaan yang menjawabnya.
Kapan selesai.
Kapan selesai.
Kapan selesai.
Kapan sampai.
Aku kesana aku kesini. Mencari tempat di dunia yang tiada arti. Selalu bermimpi rumah, bermimpi punya keluarga yang ramah.
Sampai akhirnya aku sadar tiada tanah dan darat yang bisa aku singgahi hanya lautan dari sana kemari.
Luas lautannya. Dalam Lautannya.
Begitu aku merantau, mencari kehidupan. Aku takut untuk pada akhirnya aku mati tanpa melihat daratan, pada akhirnya akhirnya aku terbang setinggi tingginya untuk melihat sampai ujung dunia.
Ternyata sama.
Tiada ujungnya.
Hanya lautan.
Aku coba turun meraba airnya. Bosan aku melihatnya, hanya air yang diam tiada isinya. Tidak seperti langit yang penuh bintang yang penuh dengan harapan dan masa depan.
Sampai suatu saat ada lautan yang janggal. kulihat tidak ada satupun yang tinggal. Kesitu aku menuju. Aku lihat, aku dengar, aku telaah, aku selam tapi tiada juga ujungnya.
Lautan itu dalam, hitam, dan kelam. Makin lama aku menyelam makin susah untuk bernapas. Ada rasa aku ingin balik ke permukaan, terbang lagi. Tapi aku takut sekali akan lupa aku dengan lautan itu. Akan hilang dari sisiku, akan hilang dari pikiran, dari rasa. Akankah aku dipertemukan dengan lautan itu lagi.
Aku takut terbang.
Karena di lautan itu aku merasa aman, merasa damai, merasa pada akhirnya aku rela mati disana. Aku ingin pada suatu hari nanti, lautan tersebut bisa berubah menjadi cerah, agar kita bisa melihat langit bersama.
Bolehkah aku memilikinya
Dan Langit
BalasHapus