SMA NEGERI 1 CIPANAS
Februari, pada malam yang tak pernah menjadi lawan. Pada setiap hal yang pernah dan akan selalu menjadi damai. Pada setiap kebahagiaan kecil semanis strawberry merona yang mengalahkan ruangan gelap saat ini barangkali. Pada hal-hal yang berhak tertulis, maka tertulislah! Ya, saat ini, Februari.
Tertulis pada saat ini, bahwa untuk beberapa kisah manis semanis strawberry yang pernah aku makan. Rasanya luar biasa, memiliki tempat yang menjadi sudut bahagia selanjutnya setelah beberapa hal sebelum itu, sampai kuanggap sebagai rumah. Banyak sekali orang di dalamnya, begitu beragam tentang apa yang menjadi kisah. Dan begitu banyak kisah manis tak bisa terlupa saat ini, atau nanti sekalipun. Sekalipun ramai menjadi benci untuk sosok aku, tapi tempat itu menjadi alasan bagaimana perasaan sosok merindu pulang bisa terobati.
Jika aku ingin meromantisasi sepereti narasi mereka diluar, maka biar saja itu terjadi. Karena memang benar, aku tidak butuh naif untuk sekedar menuliskan hal-hal manis yang pernah terlukis sewaktu dulu. Aku tidak perlu itu, karena kisah tentang putih abu memang Tuhan beri rasa manis semanis strawberry sudah kubilang. Bukan perihal putih abu, tapi perihal tempat yang pernah aku rindukan pulangnya. Bukan perihal putih abu saja, tapi perihal beragam orang di dalamnya, tentang berbagai kisah, dan tentang berbagai merona merah yang menjadi alasan mengapa aku sempat melupakan hitam yang menjadi kawan. Bukan perihal puth abu, tapi perihal belajar yang bukan kumaksud kimia favoritku, bukan. Tapi tentang orang-orang hebat yang pernah memberi ku banyak dari sekedarnya. Bukan perihal putih abu, tapi perihal jiwa-jiwa unik yang tinggal didalmnya. Sempat benci, marah, tidak suka, bahkan menganggap bahwa mereka semua konyol. Tapi aku kembali dimengerti bahwa tidak apa-apa jika mereka seperti itu, bahkan mereka tidak membutuhkan pendapatku, itu hanya tentang aku dan emosi. Dan tidak masalah sebenarnya, karena setiap jiwa yang kuanggap konyol, memang berhak mendapatkan tempat untuk pulang. Maka pada akhirnya, aku memilih untuk tidak memperdebatkannya. Karena kisah ini berhak bagi siapapun. Untuk siapapun.
Duhai yang pernah menjadi tinggal, kuharap tanah mu tak pernah runtuh seperti jiwa-jiwa kami yang runtuh setelah tidak menjadi tuan rumah di rumah mu. Kuharap itu tidak terjadi, karena kemana kami akan pulang di masa mendatang saat semesta memberi alur retrovhailles nanti. Maka kuharap, tetap menjadi tempat merona yang kami anggap rumah. Terima kasih telah memberikan tempat ternyaman untuk masa putih abu bagi jiwa-jiwa kami yang ingin membuktikan bahwa kisah putih abu seperti narasi diluar, bahwa kisah putih abu bukan hanya tentang putih dan abu. tetapi ada banyak sekali biru, jingga, hingga merah manis semanis strawberry.
Komentar
Posting Komentar